Jumat, 12 Juni 2015

Konservasi Arsitektur 3



BAB III
GAMBARAN KAWASAN
Area Konservasi Setu Babakan
Setu Babakan atau Danau Babakan terletak di Srengseng Sawah, kecamatan JagakarsaJakarta Selatan, Indonesia dekat Depok yang berfungsi sebagai pusat Perkampungan Budaya Betawi, suatu area yang dijaga untuk menjaga warisan budaya Jakarta, yaitu budaya asli Betawi. Situ atau setu Babakan merupakan danau buatan dengan area 32 hektar (79 akre) dimana airnya berasal dari Sungai Ciliwung dan saat ini digunakan untuk memancing bagi warga sekitarnya. Danau ini juga merupakan tempat untuk rekreasi air seperti memancing, sepeda air, atau bersepeda mengelilingi tepian setu.


Setu Babakan adalah sebuah kawasan perkampungan yang ditetapkan Pemerintah Jakarta sebagai tempat pelestarian dan pengembangan budaya Betawi secara berkesinambungan. Perkampungan yang terletak di selatan Kota Jakarta ini merupakan salah satu objek wisata yang menarik bagi wisatawan yang ingin menikmati suasana khas pedesaan atau menyaksikan budaya Betawi asli secara langsung. Di perkampungan ini, masyarakat Setu Babakan masih mempertahankan budaya dan cara hidup khas Betawi,  memancing, bercocok tanam, berdagang, membuat kerajinan tangan, dan membuat makanan khas Betawi. Melalui cara hidup inilah, mereka aktif menjaga lingkungan dan meningkatkan taraf hidupnya.

Setu Babakan adalah kawasan hunian yang memiliki nuansa yang masih kuat dan murni baik dari sisi budaya, seni pertunjukan, jajanan, busana,, rutinitas keagamaan, maupun bentuk rumah Betawi. Dari perkampungan yang luasnya 289 Hektar, 65 hektar di antaranya adalah milik pemerintah di mana yang baru dikelola hanya 32 hektar. Perkampungan  ini didiami setidaknya 3.000 kepala keluarga. Sebagian besar penduduknya adalah orang asli Betawi yang sudah turun temurun tinggal di daerah tersebut. Sedangkan sebagian kecil lainnya adalah para pendatang, seperti pendatang dari Jawa Barat, jawa tengah, Kalimantan, dll yang sudah tinggal lebih dari 30 tahun di daerah ini.
Setu Babakan, sebagai sebuah kawasan Cagar Budaya Betawi, sebenarnya merupakan objek wisata yang terbilang baru. Peresmiannya sebagai kawasan cagar budaya dilakukan pada tahun 2004, yakni bersamaan dengan peringatan HUT DKI Jakarta ke-474. Perkampungan ini dianggap masih mempertahankan dan melestarikan budaya khas Betawi, seperti bangunan, dialek bahasa, seni tari, seni musik, dan seni drama.

Dalam sejarahnya, penetapan Setu Babakan sebagai kawasan Cagar Budaya Betawi sebenarnya sudah direncanakan sejak tahun 1996. Sebelum itu, Pemerintah DKI Jakarta juga pernah berencana menetapkan kawasan Condet, Jakarta Timur, sebagai kawasan Cagar Budaya Betawi, namun urung (batal) dilakukan karena seiring perjalanan waktu perkampungan tersebut semakin luntur dari nuansa budaya Betawi-nya. Dari pengalaman ini, Pemerintah DKI Jakarta kemudian merencanakan kawasan baru sebagai pengganti kawasan yang sudah direncanakan tersebut. Melalui SK Gubernur No. 9 tahun 2000 dipilihlah perkampungan Setu Babakan sebagai kawasan Cagar Budaya Betawi. Sejak tahun penetapan ini, pemerintah dan masyarakat mulai berusaha merintis dan mengembangkan perkampungan tersebut sebagai kawasan cagar budaya yang layak didatangi oleh para wisatawan. Setelah persiapan dirasa cukup, pada tahun 2004, Setu Babakan diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso, sebagai kawasan Cagar Budaya Betawi. Sebelum itu, perkampungan Setu Babakan juga merupakan salah satu objek yang dipilih Pacifik Asia Travel Association (PATA) sebagai tempat kunjungan wisata bagi peserta konferensi PATA di Jakarta pada bulan Oktober 2002.
Adapun jenis-jenis rumah adat betawi yang terdapat di setu babakan yaitu rumah gudang, rumah joglo/limasan dan rumah kebaya.
Rumah Gudang

Rumah Gudang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
      Bentuk bangunannya persegi panjang, memanjang dari depan ke belakang
       Atap rumah seperti pelana kuda atau prisai.
      Bagian muka rumah terdapat atap kecil yang berfungsi sebagai penahan tempias hujan atau cahaya matahari
Rumah Joglo/Limasan
 Umumnya potongan ini berbentuk bujur sangkar. Dari seluruh bentuk bujur sangkar itu, bagian yang sebenarnya merupakan potongan joglo adalah bagian dari empat persegi panjang yang garis panjangnya terdapat pada kanan-kiri ruang depan. Atap bagian depan merupakan terusan dari atap joglo yang ada. Bagian utama bangunan beratap potongan joglo dengan bagian depan yang atapnya merupakan sambungan dari bagian utama itulah yang menimbulkan denah berbentuk bujur sangkar
 Potongan joglo merupakan bentuk adaptasi dari rumah tradisional Jawa.
Perbedaannya adalah pada potongan joglo rumah tradisional Jawa, tiang-tiang utama penopang struktur atapnya merupakan unsur yang mengarahkan pembagian ruang pada denah. Sedang pada potongan joglo Betawi hal itu tidak nyata. Di samping itu struktur atap joglo tradisi Jawa disusun oleh sistem temu gelang atau payung, joglo Betawi disusun oleh kuda-kuda.
Rumah potongan joglo Betawi pada umumnya tidak dilengkapi dengan batang-batang diagonal seperti ditemukan pada sistem kuda-kuda Barat yang diperkenalkan oleh orang Belanda.
Adapun bagian-bagian rumah joglo/limasan:
Ruang Depan
Merupakan Ruang Terbuka dengan kayu jati terukir sebagai langkahnya dan berfungsi sebagia tempat penerima tamu. 




Ruang   Depan  Perempuan

Rumah Kebaya


      Bentuk bangunannya dasar kotak
       Alasnya berupa tanah yang diberi lantai Tegel atau semen
      Memiliki teras yang luas untuk menerima tamu
                                                                                                                  







Tidak ada komentar:

Posting Komentar