Jumat, 12 Juni 2015

Konservasi Arsitektur 5



BAB V
KESIMPULAN
Setu babakan yang berada di kawasan tepi air selain sebagai potensi pariwisata juga berfungsi sebagai area penadah hujan dan zona konservasi air . Perencanaan yang dilakukan tidak hanya profit oriented tetapi juga environment oriented, oleh karena itu perlu adanya penataan ulang setu babakan sehingga dapat terciptanya kawasan budaya yang berbasis lingkungan.

Konservasi Arsitektur 4



BAB IV
USULAN PELESTARIAN
Pelestarian secara umum dapat didefinisikan bahwa pelestarian dalam hal ini konservasi merupakan suatu upaya atau kegiatan untuk merawat, melindungi, dan mengembangkan objek pelestarian yang memiliki nilai atau makna kultural agar dapat dipelihara secara bijaksana sesuai dengan identitasnya guna untuk dilestarikan.
Apengembangan kawasan setu babakan adalah pengembangan kawasan wisata budaya yang terletak di daerah sempadan danau. Berdasarkan peraturan pemerintah republik indonesia nomor 38 tahun 2011, disebutkan bahwa garis sempadan danau adalah garis maya di kirir dan kanan danau yang ditetapkan sebagai garis pelindung danau. Kemudian disebutkan, garis sempadan danau paparan banjir sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (2) huruf F ditentukan mengelilingi danau paparan banjir paling sedikit berjarak 50 m dari tepi muka air tertinggi yang pernah terjadi.
Maka perancangan untuk pengembangan kawasan wisata budaya setu babakan harus berpedoman pada peraturan garis sempadan dan perencanaan lingkungan binaan kawasan yang terletak di sempadan danau. Untuk itu solusi yang dibaerikan antara lain adalah:
-          Mengosongkan lahan seluas 50m di sekeliling danau sebagai zona aman dari banjir sesuai dengan GSD ( Garis Sempadan Danau).
-          Menjadikan GSD sebagai area resapan dan RTH (Ruang Terbuka Hijau)
-          Lahan antara GSD dijadikan pedestrian dan penghijauan

Konservasi Arsitektur 3



BAB III
GAMBARAN KAWASAN
Area Konservasi Setu Babakan
Setu Babakan atau Danau Babakan terletak di Srengseng Sawah, kecamatan JagakarsaJakarta Selatan, Indonesia dekat Depok yang berfungsi sebagai pusat Perkampungan Budaya Betawi, suatu area yang dijaga untuk menjaga warisan budaya Jakarta, yaitu budaya asli Betawi. Situ atau setu Babakan merupakan danau buatan dengan area 32 hektar (79 akre) dimana airnya berasal dari Sungai Ciliwung dan saat ini digunakan untuk memancing bagi warga sekitarnya. Danau ini juga merupakan tempat untuk rekreasi air seperti memancing, sepeda air, atau bersepeda mengelilingi tepian setu.


Setu Babakan adalah sebuah kawasan perkampungan yang ditetapkan Pemerintah Jakarta sebagai tempat pelestarian dan pengembangan budaya Betawi secara berkesinambungan. Perkampungan yang terletak di selatan Kota Jakarta ini merupakan salah satu objek wisata yang menarik bagi wisatawan yang ingin menikmati suasana khas pedesaan atau menyaksikan budaya Betawi asli secara langsung. Di perkampungan ini, masyarakat Setu Babakan masih mempertahankan budaya dan cara hidup khas Betawi,  memancing, bercocok tanam, berdagang, membuat kerajinan tangan, dan membuat makanan khas Betawi. Melalui cara hidup inilah, mereka aktif menjaga lingkungan dan meningkatkan taraf hidupnya.

Setu Babakan adalah kawasan hunian yang memiliki nuansa yang masih kuat dan murni baik dari sisi budaya, seni pertunjukan, jajanan, busana,, rutinitas keagamaan, maupun bentuk rumah Betawi. Dari perkampungan yang luasnya 289 Hektar, 65 hektar di antaranya adalah milik pemerintah di mana yang baru dikelola hanya 32 hektar. Perkampungan  ini didiami setidaknya 3.000 kepala keluarga. Sebagian besar penduduknya adalah orang asli Betawi yang sudah turun temurun tinggal di daerah tersebut. Sedangkan sebagian kecil lainnya adalah para pendatang, seperti pendatang dari Jawa Barat, jawa tengah, Kalimantan, dll yang sudah tinggal lebih dari 30 tahun di daerah ini.
Setu Babakan, sebagai sebuah kawasan Cagar Budaya Betawi, sebenarnya merupakan objek wisata yang terbilang baru. Peresmiannya sebagai kawasan cagar budaya dilakukan pada tahun 2004, yakni bersamaan dengan peringatan HUT DKI Jakarta ke-474. Perkampungan ini dianggap masih mempertahankan dan melestarikan budaya khas Betawi, seperti bangunan, dialek bahasa, seni tari, seni musik, dan seni drama.

Dalam sejarahnya, penetapan Setu Babakan sebagai kawasan Cagar Budaya Betawi sebenarnya sudah direncanakan sejak tahun 1996. Sebelum itu, Pemerintah DKI Jakarta juga pernah berencana menetapkan kawasan Condet, Jakarta Timur, sebagai kawasan Cagar Budaya Betawi, namun urung (batal) dilakukan karena seiring perjalanan waktu perkampungan tersebut semakin luntur dari nuansa budaya Betawi-nya. Dari pengalaman ini, Pemerintah DKI Jakarta kemudian merencanakan kawasan baru sebagai pengganti kawasan yang sudah direncanakan tersebut. Melalui SK Gubernur No. 9 tahun 2000 dipilihlah perkampungan Setu Babakan sebagai kawasan Cagar Budaya Betawi. Sejak tahun penetapan ini, pemerintah dan masyarakat mulai berusaha merintis dan mengembangkan perkampungan tersebut sebagai kawasan cagar budaya yang layak didatangi oleh para wisatawan. Setelah persiapan dirasa cukup, pada tahun 2004, Setu Babakan diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso, sebagai kawasan Cagar Budaya Betawi. Sebelum itu, perkampungan Setu Babakan juga merupakan salah satu objek yang dipilih Pacifik Asia Travel Association (PATA) sebagai tempat kunjungan wisata bagi peserta konferensi PATA di Jakarta pada bulan Oktober 2002.
Adapun jenis-jenis rumah adat betawi yang terdapat di setu babakan yaitu rumah gudang, rumah joglo/limasan dan rumah kebaya.
Rumah Gudang

Rumah Gudang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
      Bentuk bangunannya persegi panjang, memanjang dari depan ke belakang
       Atap rumah seperti pelana kuda atau prisai.
      Bagian muka rumah terdapat atap kecil yang berfungsi sebagai penahan tempias hujan atau cahaya matahari
Rumah Joglo/Limasan
 Umumnya potongan ini berbentuk bujur sangkar. Dari seluruh bentuk bujur sangkar itu, bagian yang sebenarnya merupakan potongan joglo adalah bagian dari empat persegi panjang yang garis panjangnya terdapat pada kanan-kiri ruang depan. Atap bagian depan merupakan terusan dari atap joglo yang ada. Bagian utama bangunan beratap potongan joglo dengan bagian depan yang atapnya merupakan sambungan dari bagian utama itulah yang menimbulkan denah berbentuk bujur sangkar
 Potongan joglo merupakan bentuk adaptasi dari rumah tradisional Jawa.
Perbedaannya adalah pada potongan joglo rumah tradisional Jawa, tiang-tiang utama penopang struktur atapnya merupakan unsur yang mengarahkan pembagian ruang pada denah. Sedang pada potongan joglo Betawi hal itu tidak nyata. Di samping itu struktur atap joglo tradisi Jawa disusun oleh sistem temu gelang atau payung, joglo Betawi disusun oleh kuda-kuda.
Rumah potongan joglo Betawi pada umumnya tidak dilengkapi dengan batang-batang diagonal seperti ditemukan pada sistem kuda-kuda Barat yang diperkenalkan oleh orang Belanda.
Adapun bagian-bagian rumah joglo/limasan:
Ruang Depan
Merupakan Ruang Terbuka dengan kayu jati terukir sebagai langkahnya dan berfungsi sebagia tempat penerima tamu. 




Ruang   Depan  Perempuan

Rumah Kebaya


      Bentuk bangunannya dasar kotak
       Alasnya berupa tanah yang diberi lantai Tegel atau semen
      Memiliki teras yang luas untuk menerima tamu
                                                                                                                  







Konservasi Arsitektur 2


BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Setu adalah nama lain dari danau. Kampung ini berada di sisi danau. Tempat ini didiami penduduk. Tetapi sebagian besarnya tinggal di dalam rumah adat betawi.
Setu Babakan atau Danau Babakan terletak di Srengseng Sawah, kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan yang berfungsi sebagai pusat pekampungan budaya betawi, dilengkapi fasilitas yang bernuansa betawi.

Setu Babakan atau Danau Babakan terletak di Srengseng Sawah, kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan yang berfungsi sebagai pusat pekampungan budaya betawi, dilengkapi fasilitas yang bernuansa betawi.


Konservasi Arsitektur 1



BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia terkenal akan keanakaragaman budayanya, budaya yang beragam ini memberikan dampak yang sangat besar bagi tiap-tiap daerah di indonesia khususnya dalam bidang arsitektur. Dampak dari kebudayaan dalam bidang arsitektur adalah menciptakan suatu desain yang bervariatif berdasarkan karakteristik masyarakat setempat atau disebut juga dengan arsitektur vernakular. Seiring dengan kemajuan zaman bangunan – bangunan arsitektur vernakular indonesia ini perkembangannya mengalami degradasi dikarenakan kurangnya pemahaman masyarakat terhadap arsitektur vernakular setempat khususnya arsitektur betawi. Adapun usaha yang dilakukan pemerintah untuk menjaga eksistensi bangunan – bangunan asli masyarakat betawi yaitu dengan cara membangun sebuah kawasan konservasi budaya betawi di area setu babakan, jakarta selatan. Akan tetapi area konservasi ini
Permasalahan
Berdasarkan penjelasan diatas maka yang menjadi akar permasalahan yaitu minimnya pengetahuan mengenai arsitektur vernakular serta kurang mampunya mengolah konsep vernakular  yang akan diaplikasikan pada desain rancangan.
Tujuan dan Manfaat
Berdasarkan latar belakang di atas penulis sadar akan perlunya penggalian lebih dalam akan ilmu arsitektur vernakular untuk memperkuat bidang keilmuan dalam arsitektur. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan pemahaman mahasiswa maupun praktisi dalam berarsitektur.