Senin, 05 November 2012

Eco Arch


Dalam lingkungan alam, terdapat berbagai ekosistim dengan masing-masing siklus
hidupnya, dimana siklus hidup setiap mahmuk hidup mempunyai hubungan timbal balik
dengan yang organik dan anorganik, demikian juga dengan manusia. Manusia untuk
kelangsungan hidupnya juga membutuhkan penunjang kehidupaan yang organik dan
anorganik. Yang organik adalah semua yang berasal dari alam dan dapat kembali kealam,
tetapi yang menjadi masalah adalah yang anorganik, yaitu penunjang dalam bentuk fisik,
seringkali tidak selaras dengan sistim alamiah. Ketidak selarasan dengan sistim yang
alamiah dapat memicu berbagai macam perubahan di alam. Oleh karena itu perlu adanya
suatu sikap memahami perilaku alam yaitu memperhatikan bagaimana ekosistimekosistim
dialam bersuksesi. Sistim-sistim di alam pada umumnya mempunyai siklussiklus
tertutup dan apabila dari siklus tersebut mengalami gangguan sampai batas tertentu
masih mampu untuk beradaptasi. Tetapi bila sudah melampau batas kemampuan adaptasi,
maka akan terjadi perubahan-perubahan, transformasi dan sebagainya. Perubahan siklus
di alam akan berdampak pada kualitas hidup manusia.
Sistim di alam Siklus tertutup dialam dan bila ada gangguan Sistim buatan manusia
Rangkaian akibat kegiatan manusia pada alam
Sumber : Heinz Frick
Kebutuhan hidup manusia dalam bentuk fisik seringkali memanfaatkan sumber daya
alam, seperti energi dan bahan bangunan tetapi juga memberikan dampak yang seringkali
tidak dapat diterima oleh alam. Apalagi dengan jumlah populasi manusia yang
berkembang pesat dan kemajuan teknologi yang makin canggih. Hal ini mempercepat
turunya kualitas alam dan rusaknya siklus ekosistim didalamnya. Dari sekian banyak
kebutuhan manusia dalam bentuk fisik salah satunya adalah bangunan serta sarana dan
prasarna sebagai wadah berlindung dan beraktivitas
Bangunan didirikan berdasarkan rancangan yang dibuat oleh manusia yang seringkali
lebih menekankan pada kebutuhan manusia tanpa memperhatikan dampaknya terhadap
alam sekitarnya. Seharusnya manusia sadar betapa pentingnya kualitas alam sebagai
penunjang kehidupan, maka setiap kegiatan manusia seharusnya didasarkan pada
pemahaman terhadap alam termasuk pada perancangan arsitektur. Pemahaman terhadap
alam pada rancangan arsitektur adalah upaya untuk menyelaraskan rancangan dengan
alam, yaitu melalui memahami perilaku alam., ramah dan selaras terhadap alam.
Keselarasan dengan alam merupakan upaya pengelolaan dan menjaga kualitas tanah, air
dan udara dari berbagai kegiatan manusia, agar siklus-siklus tertutup yang ada pada
setiap ekosistim, kecuali energi tetap berjalan untuk menghasilkan sumber daya alam.
Manusia harus dapat bersikap transenden dalam mengelola alam, dan menyadari bahwa
hidupnya berada secara imanen dialam. Akibat kegiatan atau perubahan pada kondisi
alamiah akan berdampak pada siklus-siklus di alam. Hal ini dimungkinkan adanya
perubahan dan transformasi pada sumber daya alam yang dapat bedampak pada
kelangsungan hidup manusia Pemikiran rancangan arsitektur yang menekankan pada
ekologi, ramah terhadap alam, tidak boleh menghasilkan bangunan fisik yang
membahayakan siklus-siklus tertutup dari ekositim sebagai sumber daya yang ada
ditanah, air dan udara.
Didalam ranah arsitektur ada pula konsep arsitektur yang menyelaraskan dengan alam
melalui menonjolkan dan melestarikan potensi, kondisi dan sosial budaya setempat atau
lokalitas, disebut dengan arsitektur vernacular. Pada konsep ini rancangan bangunan juga
menyelaraskan dengan alam, melalui bentuk bangunan, struktur bangunan, penggunaan
material setempat, dan sistim utilitas bangunan yang alamiah serta kesesuaian terhadap
iklim setempat. Sehingga dapat dikatakan arsitektur vernacular, secara tidak langsung
juga menggunakan pendekatan ekologi. Menurut Anselm (2006), bahwa arsitektur
vernacular lebih menonjolkan pada tradisi, sosial budaya masyarakat sebagai ukuran
kenyamanan manusia. Oleh karena itu arsitektur vernacular mempunyai bentuk atau style
yang sama disuatu tempat tetapi berbeda dengan ditempat yang lain, sesuai tradisi dan
sosial budaya masyarakatnya. Contohnya rumah-rumah Jawa dengan bentuk atap yang
tinggi dan bangunan yang terbuka untuk mengatasi iklim setempat dan sesuai dengan
budaya yang ada, kayu sebagai material setempat dan sedikit meneruskan radiasi
matahari.
Rumah Jawa (Arsitektur Vernacular) Arsitektur Vernacular
Arsitektur vernacular keselarasan terhadap alam sudah teruji dalam kurun waktu yang
lama, sehingga sudah terjadi keselarasan terhadap alam sekitarnya. Pada arsitektur
vernacular, wujud bangunan dan keselarasan terhadap alam lahir dari konsep social dan
budaya setempat.
3. Pendekatan ekologi pada perancangan arsitektur.
Ada berbagai cara yang dilakukan dari pendekatan ekologi pada perncangan
arsitektur, tetapi pada umumnya mempunyai inti yang sama , antara lain : Yeang (2006),
me-definisikannya sebagai: Ecological design, is bioclimatic design, design with the
climate of the locality, and low energy design. Yeang, menekankan pada : integrasi
kondisi ekologi setempat, iklim makro dan mikro, kondisi tapak, program bangunan,
konsep design dan sistem yang tanggap pada iklim, penggunan energi yang rendah,
diawali dengan upaya perancangan secara pasif dengan mempertimbangkan bentuk,
konfigurasi, façade, orientasi bangunan, vegetasi, ventilasi alami, warna. Integrasi
tersebut dapat tercapai dengan mulus dan ramah, melalui 3 tingkatan; yaitu yang pertama
integrasi fisik dengan karakter fisik ekologi setempat, meliputi keadaan tanah, topografi,
air tanah, vegetasi, iklim dan sebagainya. Kedua, integrasi sistim-sistim dengan proses
alam, meliputi: cara penggunaan air, pengolahan dan pembuangan limbah cair, sistim
pembuangan dari bangunan dan pelepasan panas dari bangunan dan sebagainya. Yang
ketiga adalah, integrasi penggunaan sumber daya yang mencakup penggunaan sumber
daya alam yang berkelanjutan. Aplikasi dari ketiga integrasi tersebut, dilakukannya pada
perancangan tempat tinggalnya, seperti pada gambar :
Menurut Metallinou (2006), bahwa pendekatan ekologi pada rancangan arsitektur
atau eko arsitektur bukan merupakan konsep rancangan bangunan hi-tech yang spesifik,
tetapi konsep rancangan bangunan yang menekankan pada suatu kesadaran dan
keberanian sikap untuk memutuskan konsep rancangan bangunan yang menghargai
pentingnya keberlangsungan ekositim di alam. Pendekatan dan konsep rancangan
arsitektur seperti ini diharapkan mampu melindungi alam dan ekosistim didalamnya dari
kerusakan yang lebih parah, dan juga dapat menciptakan kenyamanan bagi penghuninya
secara fisik, sosial dan ekonomi.
Pendekatan ekologi pada perancangan arsitektur, Heinz Frick (1998), berpendapat
bahwa, eko-arsitektur tidak menentukan apa yang seharusnya terjadi dalam arsitektur,
karena tidak ada sifat khas yang mengikat sebagai standar atau ukuran baku. Namun
mencakup keselarasan antara manusia dan alam. Eko-arsitektur mengandung juga
dimensi waktu, alam, sosio-kultural, ruang dan teknik bangunan. Ini menunjukan bahwa
eko arsitektur bersifat kompleks, padat dan vital. Eko-arsitektur mengandung bagianbagian
arsitektur biologis (kemanusiaan dan kesehatan), arsitektur surya, arsitektur bionik
(teknik sipil dan konstruksi bgi kesehatan), serta biologi pembangunan. Oleh karena itu
eko arsitektur adalah istilah holistik yang sangat luas dan mengandung semua bidang.
Perbandingan siklus energi, materi pada rumah biasa dan rumah ekologis



Pada pendekatan ekologi, ada berbagai macam sudut pandang dan penekanan, tetapi
semua mempunyai arah dan tujuan yang sama, yaitu konsep perancangan dengan :
*Mengupayakan terpeliharanya sumber daya alam, membantu mengurangi dampak
yang lebih parah dari pemanasan global, melalui pemahaman prilaku alam.
*Mengelola tanah, air dan udara untuk menjamin keberlangsungan siklus-siklus
ekosistim didalamnya, melalui sikap transenden terhadap alam tanpa melupakan
bahwa manusia adalan imanen dengan alam.
*Pemikiran dan keputusan dilakukan secara holistik, dan kontekstual
*Perancangan dilakukan secara teknis dan ilmiah.
*Menciptakan kenyamanan bagi penghuni secara fisik, sosial dan ekonomi melalui
sistim-sistim dalam bangunan yang selaras dengan alam, dan lingkungan sekitarnya.
*Penggunaan sistim-sistim bangunan yang hemat energi, diutamakan penggunaan
sistim-sistim pasif (alamiah), selaras dengan iklim setempat, daur ulang dan
menggunakan potensi setempat.
*Penggunaan material yang ekologis, setempat, sesuai iklim setempat, menggunakan
energi yang hemat mulai pengambilan dari alam sampai pada penggunaan pada
bangunan dan kemungkinan daur ulang.
*Meminimalkan dampak negatif pada alam, baik dampak dari limbah maupun
kegiatan.
*Meningkatkan penyerapan gas buang dengan memperluas dan melestarikan vegetasi
dan habitat mahluk hidup
*Menggunakan teknologi yang mempertimbangkan nilai-nilai ekologi.
*Menuju pada suatu perancangan bangunan yang berkelanjutan.
Dari pemikiran pendekatan diatas akan muncul pertimbangan-pertimbangan yang sangat
kompleks dan saling berhubungan secara timbal balik. Oleh karena itu dalam pendekatan
ekologis memerlukan pemecahan secara interdisipliner, yaitu keterlibatan berbagai
macam disiplin ilmu untuk mendapatkan hasil perancangan yang optimal bagi manusia
dan alam.
Pada pendekatan ekologi, ada berbagai macam sudut pandang dan penekanan, tetapi
semua mempunyai arah dan tujuan yang sama, yaitu konsep perancangan dengan :
*Mengupayakan terpeliharanya sumber daya alam, membantu mengurangi dampak
yang lebih parah dari pemanasan global, melalui pemahaman prilaku alam.
*Mengelola tanah, air dan udara untuk menjamin keberlangsungan siklus-siklus
ekosistim didalamnya, melalui sikap transenden terhadap alam tanpa melupakan
bahwa manusia adalan imanen dengan alam.
*Pemikiran dan keputusan dilakukan secara holistik, dan kontekstual
*Perancangan dilakukan secara teknis dan ilmiah.
*Menciptakan kenyamanan bagi penghuni secara fisik, sosial dan ekonomi melalui
sistim-sistim dalam bangunan yang selaras dengan alam, dan lingkungan sekitarnya.
*Penggunaan sistim-sistim bangunan yang hemat energi, diutamakan penggunaan
sistim-sistim pasif (alamiah), selaras dengan iklim setempat, daur ulang dan
menggunakan potensi setempat.
*Penggunaan material yang ekologis, setempat, sesuai iklim setempat, menggunakan
energi yang hemat mulai pengambilan dari alam sampai pada penggunaan pada
bangunan dan kemungkinan daur ulang.
*Meminimalkan dampak negatif pada alam, baik dampak dari limbah maupun
kegiatan.
*Meningkatkan penyerapan gas buang dengan memperluas dan melestarikan vegetasi
dan habitat mahluk hidup
*Menggunakan teknologi yang mempertimbangkan nilai-nilai ekologi.
*Menuju pada suatu perancangan bangunan yang berkelanjutan.
Dari pemikiran pendekatan diatas akan muncul pertimbangan-pertimbangan yang sangat
kompleks dan saling berhubungan secara timbal balik. Oleh karena itu dalam pendekatan
ekologis memerlukan pemecahan secara interdisipliner, yaitu keterlibatan berbagai
macam disiplin ilmu untuk mendapatkan hasil perancangan yang optimal bagi manusia
dan alam.





Jika system ekologi tidak diterapkan dalam Arsitektur maka akan menimbulkan :
•    Setiap orang akan seenaknya saja membangun atau mendirikan bangunan sehingga penataan tata letak bangunan tidak beraturan.
•    Jaringan yang ada didalam rumah pun kusut dan tak beraturan
•    Sistim perairan akan tercemar
•    Polusi udara meningkat
•    Pemanasan global terjadi dimana – mana
•    Hasil alam akan dipakai seenaknya dan tidak ada penanggulangan kembali
•    Keadaan didalam bangunan tersebut tidak nyaman juga sebaliknya
•    Dll

Tidak ada komentar:

Posting Komentar